Laporan Alga Mahate Ara | Aceh Tengah
TRIBUNGAYO.COM, TAKENGON - Seorang pria paruh baya asal Kabupaten Aceh Tengah, BR (54), harus menanggung kerugian besar setelah terjerat penipuan investasi online berkedok aplikasi "klub romantis".
Dalam waktu hanya empat hari, ia kehilangan total dana sebesar Rp 553 juta, akibat tergiur dengan janji gandakan melalui aplikasi Telegram.
Kasus penipuan investasi online yang menimpa BR, bukan hanya sekadar kejahatan siber, tetapi juga menggambarkan kondisi psikologis dan minimnya edukasi keuangan di masyarakat.
Modus Penipuan Menurut Pandangan Psikolog
Seorang psikolog dari UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Bener Meriah, Ismi Niara Bina memberikan pandangan psikologis terhadap fenomena penipuan investasi digital yang semakin marak.
Salah satunya seperti yang dialami BR, yang tertipu Rp 553 juta, melalui aplikasi Telegram berkedok "klub romantis".
Menurut Ismi, rendahnya pemahaman masyarakat tentang literasi keuangan menjadi pintu masuk bagi pelaku kejahatan siber.
"Minimnya edukasi tentang keuangan membuat banyak orang hanya fokus bagaimana menghasilkan uang, bukan bagaimana mengelola dan mengamankannya," ujar Ismi saat dihubungi TribunGayo.com, pada Rabu (30/7/2025).
Ia menyebutkan bahwa perkembangan teknologi yang pesat justru membuka celah bagi pihak-pihak tidak bertanggung jawab untuk memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat.
Terutama dengan iming-iming penggandaan uang secara instan tanpa usaha.
“Banyak orang tergiur karena dijanjikan dapat uang cepat tanpa kerja. Itu jadi salah satu penyebab kenapa penipuan seperti ini bisa berhasil,” tambahnya.
Lebih lanjut, Ismi menjelaskan bahwa modus penipuan investasi kerap menggunakan testimoni palsu sebagai alat meyakinkan korban.
Dari sudut pandang psikologi, testimoni dapat memberikan efek sugestif yang kuat.
“Kita tidak tahu apakah testimoni itu nyata atau palsu. Tapi secara psikologis, itu bisa sangat meyakinkan. Apalagi jika korban sedang berada dalam kondisi psikologis yang labil atau frustasi dengan keadaan hidupnya,” jelasnya.
Penipu Gunakan Permainan Psikologis
Menurutnya, sindikat penipuan ini tidak bekerja sendiri. Mereka memiliki peran dan strategi yang saling melengkapi.
Mulai dari peran sebagai ‘admin’, ‘konsultan’, hingga ‘teman curhat’ yang secara emosional membangun kedekatan dengan calon korban.
“Ketika seseorang merasa hidupnya stagnan dan melihat orang lain sukses, muncul rasa fomo (fear of missing out).
Pelaku tahu cara memainkan emosi korban dari nominal kecil dulu, lalu dibujuk naik terus. Ini semua permainan psikologis,” tambahnya.
Ismi menegaskan bahwa korban penipuan bukan hanya berasal dari kalangan yang “tidak berpendidikan”.
Bahkan mereka yang memiliki pendidikan tinggi pun bisa menjadi korban jika kurang waspada dan tidak memiliki pengetahuan keuangan yang cukup.
“Bukan soal tingkat pendidikan, tapi bagaimana pola pikir tentang uang. Ketika seseorang percaya bisa mendapat uang besar dengan risiko kecil, apalagi tanpa usaha, mereka bisa jadi sasaran empuk,” tambahnya.
Ia juga menyoroti bahwa banyak korban memilih diam dan tidak melaporkan kasus karena merasa malu atau takut mendapat stigma negatif.
Padahal, sikap diam inilah yang membuat kejahatan ini terus berkembang dan memakan korban baru.
Solusi untuk Tidak Terjerumus
Sebagai solusi, Ismi mengajak masyarakat untuk mulai terbuka terhadap topik finansial, menjadikannya obrolan sehari-hari dalam keluarga.
“Jangan malu untuk belajar dan membahas keuangan. Topik ini harus dibicarakan dengan pasangan, anak, atau keluarga lainnya. Dari diskusi itu, kita bisa dapat masukan dan terhindar dari keputusan keliru,” ucapnya.
Ia juga mengingatkan untuk tidak mudah tergiur dengan tawaran investasi yang tidak jelas asal-usulnya dan selalu memeriksa legalitas penyedia jasa sebelum menyerahkan uang.
“Kita harus membiasakan diri untuk tidak terpengaruh dunia maya, tidak mudah fomo, dan selalu skeptis terhadap tawaran yang terlalu bagus untuk jadi kenyataan,” tandasnya. (*)
Baca juga: Tergiur Investasi Gandakan Uang, Warga Aceh Tengah Ditipu Rp 553 Juta Lewat Telegram
Baca juga: Menelusuri Jejak Sejarah Transmigrasi di Kabupaten Aceh Tengah
Baca juga: DPRK Aceh Tengah Soroti Pelanggaran Retribusi PT JMI dan Penjualan Getah Pinus Tanpa Setoran PAD