Kupi Senye

Kelangkaan Gas Elpiji di Aceh Tengah: Cermin Lemahnya Pengawasan dan Ketimpangan Distribusi Subsidi

Fenomena kelangkaan gas elpiji 3 kilogram (Kg) yang kembali terjadi di Kabupaten Aceh Tengah beberapa waktu terakhir.

Editor: Sri Widya Rahma
Dokumen Kiriman Rachmat Jayadikarta
KUPI SENYE - Pengamat Ekonomi dan Kebijakan Daerah, Rachmat Jayadikarta SE. 

Fenomena tersebut memperlihatkan lemahnya pengawasan dan masih terbukanya ruang bagi praktik curang di tingkat pangkalan.

Peran Pemerintah Daerah

Dalam kerangka hukum, pemerintah daerah (Pemda) memiliki tanggung jawab langsung untuk memastikan distribusi barang bersubsidi berjalan adil dan tepat sasaran.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, urusan energi dan sumber daya mineral merupakan urusan pemerintahan konkuren, di mana kabupaten/kota memiliki kewenangan melakukan pengawasan distribusi dan
perlindungan konsumen.

Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2007 dan Qanun Aceh Nomor 19 Tahun 2013 memperkuat mandat tersebut pemerintah daerah wajib mengatur, mengawasi, dan mengendalikan penyaluran barang bersubsidi seperti elpiji 3 kg sesuai
prinsip keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

Dalam konteks ini, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM (Disperindagkop) Aceh Tengah memiliki peran strategis untuk:

  • Menetapkan dan menegakkan HET gas elpiji
  • Melakukan sidak serta inspeksi rutin ke pangkalan
  • Berkoordinasi dengan Pertamina, Satpol PP, dan Kepolisian untuk menindak pelanggaran
  • Memutakhirkan data kebutuhan gas di setiap kecamatan

Apabila masih banyak pangkalan melakukan penyelewengan, maka hal tersebut menjadi indikator bahwa fungsi pengawasan Pemda belum berjalan optimal.

Peran DPRK Aceh Tengah

Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tengah juga memiliki peran penting dalam mengawasi jalannya distribusi energi bersubsidi.

Sesuai PP Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD, DPRK berwenang menjalankan fungsi:

  1. Pengawasan terhadap kebijakan pemerintah daerah, termasuk distribusi elpiji
    subsidi.
  2. Pemanggilan instansi terkait seperti Disperindagkop dan agen Pertamina untuk
    memberikan klarifikasi.
  3. Melakukan sidak dan rapat dengar pendapat bersama masyarakat dan pelaku usaha.
  4. Mengusulkan penambahan kuota dan pembenahan sistem pengawasan kepada
    pemerintah provinsi maupun Pertamina.

Fungsi ini penting dijalankan agar DPRK tidak hanya menjadi penyambung aspirasi, tetapi juga menjadi pengawal distribusi energi rakyat.

Krisis Nasional

Perlu diingat, fenomena kelangkaan gas bukan hanya terjadi di Aceh Tengah. Gejala serupa terjadi di banyak daerah di Indonesia.

Krisis ini menunjukkan bahwa sistem distribusi elpiji subsidi nasional belum efisien dan kurang adaptif terhadap data kebutuhan masyarakat.

Digitalisasi distribusi, transparansi data, dan sistem subsidi berbasis NIK adalah langkah penting untuk memperbaiki keadaan ini.

Kelangkaan gas elpiji di Aceh Tengah adalah alarm bagi pemerintah daerah dan DPRK untuk lebih tegas menjalankan fungsi pengawasan dan penegakan aturan.

Spekulasi di tingkat pangkalan harus dihentikan melalui tindakan konkret, termasuk pencabutan izin usaha bagi yang melanggar.

Energi bersubsidi adalah hak masyarakat kecil bukan ruang mencari keuntungan bagi segelintir pelaku usaha.

Sudah saatnya distribusi elpiji diatur secara transparan, berbasis data riil, dan diawasi bersama agar keadilan energi benar-benar dirasakan seluruh lapisan masyarakat.

*) Penulis adalah Pengamat Ekonomi dan Kebijakan Daerah. 

KUPI SENYE adalah rubrik opini pembaca TribunGayo.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca selengkapnya Kupi Senye TribunGayo.com disini.

Sumber: TribunGayo
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved