Berita Nasional
Muhammad Nazar SIRA: Penyelesaian Non Yudisial Tidak Cukup Hentikan Kultur Pelanggaran HAM
menghargai meskipun masih meragukan kebijakan dan langkah Presiden RI Joko Widodo, menyelesaikan beberapa kasus pelanggaran dan kejahatan kemanusiaan.
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Jafaruddin
lalu dibarengi dengan permintaan maaf, kompensasi dan penyelesaian hukum secara adil,” ujarnya merekomendasikan.
Tokoh yang sering disapa Wagub senior itu, memberikan advis agar setelah mengakui semua kejahatan kemanusiaan,
terutama pelanggaran HAM serius maka pemerintah atau negara juga tidak boleh hanya mencukupkan diri dengan sekedar pengakuan setengah hati, permintaan maaf dan kompensasi terbatas saja.
Baca juga: Pj Bupati Aceh Tengah Resmi Buka Acara Care Free Day dan Bazaar UMKM
“Proses penegakan hukum terhadap para pelaku siapapun mereka, apalagi melibatkan kekuatan negara seperti TNI dan Polri misalnya, tetap wajib dilakukan.
Jika tidak, maka di masa-masa akan datang setiap terjadi perbedaan pandangan atau gerakan kritis dari rakyat terhadap negara maka bisa saja terulang kembali peristiwa kejahatan yang sama atau bahkan lebih parah,
jadinya harga nyawa dan kemanusian itu terlalu murah, dan bahkan hina tidak terhormat sama sekali,” tutur Nazar tegas.
“Pengakuan setengah hati itu berbahaya, apalagi kalau hanya sekedar memiliki tendensi politik parsial,” ia mengingatkan.
“Sekarang saja langkah setengah hati itu telah nampak.
Pelanggaran HAM berat di Aceh cuma diakui di sebahagian kecil lokasi saja dan bahkan beberapa bekas penting sebagai bukti penting yang harus menjadi memori kemanusiaan universal masih dicoba hilangkan seperti puing-puing rumoh geudong,” lanjut tokoh aktifis dan politisi senior itu sedikit prihatin.
Baca juga: Fenomena Langka Air Sungai Surut di Aceh Tengah, Warga Ramai Cari Ikan
Sebagaimana diketahui secara luas, sejak 1999 Nazar bersama aktifis Sentra Informasi Referendum Aceh (SIRA) dan beberapa lembaga non pemerintah pro HAM sangat aktif mengkampanyekan penegakan HAM dan keadilan untuk Aceh hingga ke forum-forum internasional,
selain SIRA juga dikenal mengusung perjuangan referendum penentuan nasib sendiri dan perdamaian di bawah mediasi internasional bagi Aceh.
Berbagai lembaga resmi pemerintah di banyak negara, agensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan lembaga non pemerintah internasional sering mengutip laporan pelanggaran HAM di Aceh yang dipublikasikan serta dikirim oleh SIRA sebagai referensi mereka dalam mendorong pemerintah RI memperbaiki kondisi kemanusiaan.
Karena aktivitas konsisten gerakan perjuangannya itu, Nazar beberapa kali ditangkap dan ditahan oleh pemerintah RI hingga diasingkan ke penjara di Lowok Waru, Malang Jawa Timur.
Rumah orang tuanya di kampung kelahirannya di Pidie Jaya juga dibakar hangus orang-orang bersenjata tak dikenal tanpa sisa. Ia baru dibebaskan dan dipulangkan ke Aceh kembali pada 31 Agustus 2005 sebagai bahagian dari realisasi MoU Helsinki.(*)
| DSI Usulkan Mahkamah Agung Wajibkan Mediasi di Tingkat Banding dan Kasasi |
|
|---|
| Haul Sastrawan di UI: Semaan Puisi Padukan Doa, Sastra, dan Refleksi Kebangsaan |
|
|---|
| Sastrawan Indonesia Terbitkan Resolusi Tentang Calon Penerima Penghargaan BRICS |
|
|---|
| DSI Buka Kelas Internasional Bidang Hukum APS Bersama UNSURYA |
|
|---|
| Psikolog Keluarga Ungkap Latar Belakang Lahirnya Tepuk Sakinah |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/gayo/foto/bank/originals/Muhammad-Nazar.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.