Kupi Senye
Maraknya Gugatan Cerai di Aceh, Alarm Sosial yang Harus Ditanggapi Serius
Di Aceh Tengah sendiri, selama tahun 2024, Mahkamah Syariah Takengon mencatat 368 gugatan cerai dari istri kepada suami.
Oleh: Mahbub Fauzie SAg MPd *)
Saya terhenyak membaca laporan berita di salah satu media lokal Aceh yang menyebutkan bahwa dalam enam bulan terakhir, terdapat 2.311 istri di Aceh yang menggugat cerai suaminya.
Lebih mencengangkan lagi, sebagian besar dari mereka menyebutkan bahwa penyebab utama retaknya rumah tangga adalah karena perilaku judi online yang dilakukan oleh suami.
Ini bukan hanya sekadar angka statistik, ini adalah jeritan sosial yang mencerminkan betapa krusialnya persoalan rumah tangga di tengah masyarakat kita hari ini.
Di Aceh Tengah sendiri, selama tahun 2024, Mahkamah Syariah Takengon mencatat 368 gugatan cerai dari istri kepada suami, sebagian besar juga dipicu oleh praktik judi online.
Suami yang kecanduan judi sering kali berubah sikap: emosional, apatis terhadap keluarga, bahkan sampai melakukan kekerasan fisik atau verbal.
Banyak istri akhirnya memilih perceraian demi keselamatan mental dan masa depan anak-anak mereka.
Fenomena ini bukan hanya menjadi urusan privat antara suami dan istri, melainkan telah menjadi persoalan publik yang harus segera direspons oleh berbagai elemen, terutama lembaga pemerintah, lembaga pendidikan, dan organisasi masyarakat.
Sebagai khadimul umah (pelayan masyarakat) yang bertugas di Kantor Urusan Agama (KUA) yang menjadi ujung tombak Kementerian Agama di tingkat kecamatan, kami merasa terpanggil untuk menyampaikan bahwa KUA memiliki peran strategis dalam mencegah tingginya angka perceraian, termasuk yang disebabkan oleh faktor judi online, perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga, hingga ketidaksiapan dalam menjalani kehidupan pernikahan.
Peran Strategis KUA: Tak Sekadar Pencatat Nikah
Selama ini, sebagian masyarakat masih memandang KUA semata-mata sebagai tempat mencatatkan pernikahan.
Padahal, KUA memiliki mandat yang jauh lebih luas: membina, membimbing, dan mendampingi masyarakat dalam membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Program seperti Bimbingan Perkawinan (Bimwin) bagi calon pengantin, Bimbingan Remaja Usia Sekolah (BRUS), Bimbingan Remaja Usia Nikah, hingga Pembinaan Keluarga Sakinah merupakan upaya nyata yang sudah dan terus kami lakukan.
Namun, kita menyadari bahwa model bimbingan yang ada perlu disesuaikan dengan tantangan kekinian.
Materi yang diberikan harus menyentuh realitas: bahaya judi online, etika digital dalam rumah tangga, kecanduan gawai, pengelolaan ekonomi syariah, serta komunikasi yang sehat antara pasangan.
Untuk melaksanakan program dan peran tersebut, tentunya disadari bahwa KUA tidak bisa bekerja sendirian.
Ketika Pengorbanan Orang Tua Diabaikan: Refleksi untuk Mahasiswa Masa Kini |
![]() |
---|
Tradisi Berguru di Masyarakat Gayo Sebagai Upaya Pencegahan Perceraian Sejak Dini |
![]() |
---|
Meneladani Akhlak Kepemimpinan Rasulullah, Baik di Rumah Tangga Maupun Ranah Publik |
![]() |
---|
TKA Menghitung Bulan dan Peran Orang Tua dalam Memilih Jurusan ke Perguruan Tinggi |
![]() |
---|
Kewajiban Muslim Terhadap Al-Qur’an |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.