Laporan Romadani | Aceh Tengah
TRIBUNGAYO.COM, TAKENGON - Reklamasi di sepadan Danau Lut Tawar, Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, jumlahnya kini terus bertambah.
Dimana, sejumlah bagunan seperti penginapan hingga objek wisata kian marak dan merambah di bibir danau.
Bahkan, banyak diantaranya diduga tidak mengantongi izin dari pihak terkait.
Untuk diketahui, reklamasi adalah proses manipulasi atau pengubahan terhadap kondisi alamiah dari suatu wilayah.
Amatan TribunGayo.com, pada Selasa (22/7/2025), pembangunan tersebut kerap dilakukan tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan.
Demi mengejar pemandangan estetik dan akses langsung ke danau, para pengusaha melakukan penimbunan di tepi danau.
Selain merusak ekosistem danau, reklamasi ini juga membawa kekhawatiran dan mengancam spesies endemik ikan depik yang hanya hidup di perairan Danau Lut Tawar.
Salah satu tokoh masyarakat berusia 87 tahun asal Kecamatan Bintang, Abu Bakar atau dikenal Aman Alia menjadi saksi hidup sejarah panjang depik di danau ini.
Ia telah puluhan tahun menjadi nelayan di perairan Lut Tawar.
“Dulu ikan depik musiman, dalam setahun bisa empat kali panen. Siapa saja yang datang ke sini, kami kasih gratis karena sangat melimpah. Sekarang? Untuk warga sendiri saja sudah sulit,” ujarnya kepada TribunGayo.com, pada Selasa (22/7/2025).
Abu Bakar juga mengeluhkan bahwa ukuran depik kini jauh lebih kecil dibandingkan masa lalu.
Ia menyebutkan penggunaan alat tangkap dari luar yang tidak sesuai kearifan lokal membuat ikan depik menurun.
“Dulu besar-besar, rasanya juga lebih nikmat. Sekarang alat tangkap dari luar dipakai, anak-anak ikan habis duluan,” katanya dengan nada prihatin.
Pembangunan yang tidak ramah lingkungan juga berdampak pada kesejahteraan nelayan.